Jihad Kemanusiaan: Merajut Empati dan Aksi Nyata dalam Krisis Kesehatan dan Bencana Alam

Oleh: Lukmanul Hakim

Krisis kemanusiaan, baik yang disebabkan oleh bencana alam dahsyat maupun pandemi kesehatan global, telah menjadi kenyataan yang tak terhindarkan di abad ke-21. Dari gempa bumi yang meruntuhkan permukiman hingga gelombang virus yang mengancam jutaan nyawa, setiap peristiwa ini menuntut respons cepat, terkoordinasi, dan penuh empati. Dalam konteks Islam, respons terhadap penderitaan sesama dapat dimaknai sebagai jihad kemanusiaan, sebuah manifestasi luhur dari ajaran agama yang mengutamakan tolong-menolong, solidaritas, dan pengorbanan demi kebaikan bersama.

Melampaui Definisi Sempit: Kemanusiaan sebagai Pilar Jihad

Konsep jihad seringkali disalahpahami dan direduksi menjadi konotasi kekerasan fisik. Padahal, makna fundamentalnya adalah "perjuangan" atau "usaha keras" yang multidimensional. Imam Al-Ghazali, dalam karyanya Ihya' Ulum al-Din, membedakan antara jihad al-akbar (perjuangan terbesar melawan hawa nafsu) dan jihad al-asghar (perjuangan fisik). Namun, realitas kontemporer menuntut perluasan pemahaman ini. Jihad kemanusiaan adalah bentuk perjuangan yang sangat relevan dengan jihad al-akbar, karena ia menuntut pengorbanan diri, keberanian moral, dan penaklukan egoisme demi melayani sesama yang membutuhkan. Ia juga dapat menjadi jihad al-asghar dalam bentuk pertarungan melawan dampak bencana dan penyakit yang mengancam kehidupan.

Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW adalah sumber inspirasi utama bagi jihad kemanusiaan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, Surah Al-Ma'idah (5:32): "Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia,  seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya." Ayat ini secara eksplisit menegaskan nilai luhur menyelamatkan satu jiwa, yang setara dengan menyelamatkan seluruh umat manusia. Ini adalah dasar etis yang kuat untuk setiap tindakan kemanusiaan.

Nabi Muhammad SAW sendiri adalah teladan agung dalam kepedulian sosial dan bantuan kemanusiaan. Beliau bersabda, "Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahman (Allah Yang Maha Penyayang). Sayangilah makhluk di bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh Dzat yang di langit." (HR. At-Tirmidzi). Hadis ini tidak hanya mendorong kasih sayang, tetapi juga menekankan bahwa tindakan kasih sayang terhadap sesama adalah jembatan menuju rahmat Ilahi. Nabi juga bersabda, "Barangsiapa meringankan suatu kesulitan dari seorang Muslim, niscaya Allah akan meringankan kesulitan darinya di dunia dan akhirat." (HR. Muslim). Ajaran-ajaran ini secara kolektif membentuk etos kepedulian yang mendalam dalam Islam.

Manifestasi Jihad Kemanusiaan dalam Krisis Kontemporer

Jihad kemanusiaan di era modern dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk konkret, terutama dalam menghadapi krisis kesehatan dan bencana alam:

 * Respons Cepat Bencana Alam: Ketika gempa bumi, banjir, atau letusan gunung berapi melanda, jihad kemanusiaan mendorong muslim untuk menjadi yang pertama dalam memberikan bantuan. Ini mencakup evakuasi korban, penyediaan tempat tinggal sementara, distribusi makanan dan air bersih, serta dukungan medis. Organisasi-organisasi seperti Bulan Sabit Merah Islam (IFRC) dan berbagai lembaga amil zakat, infak, sedekah (ZIS) di Indonesia telah menjadi garda terdepan dalam respons ini. Hsl ini menunjukkan semangat gotong royong dan solidaritas Islam.

 * Penanggulangan Krisis Kesehatan: Pandemi COVID-19 adalah contoh nyata di mana jihad kemanusiaan teruji. Dari tenaga medis muslim yang berjuang di garis depan, para relawan yang mendistribusikan masker dan sanitiser, hingga ulama yang menyebarkan edukasi kesehatan, semuanya adalah bagian dari perjuangan ini. Ini juga mencakup upaya kolektif dalam riset medis, pengembangan vaksin, dan penyediaan fasilitas kesehatan yang layak bagi semua lapisan masyarakat.

 * Dukungan Psikososial dan Rehabilitasi: Dampak krisis tidak hanya fisik, tetapi juga psikologis. Jihad kemanusiaan juga mencakup penyediaan dukungan psikososial bagi korban trauma, yang membantu mereka pulih secara mental dan emosional. Ini adalah perjuangan jangka panjang yang membutuhkan kesabaran dan komitmen untuk membangun kembali kehidupan dan komunitas.

 * Advokasi dan Keadilan Sosial: Jihad kemanusiaan juga berdimensi advokasi, yaitu perjuangan untuk mengatasi akar masalah dari kerentanan terhadap krisis. Ini bisa berarti mendesak kebijakan pemerintah yang lebih pro rakyat dalam mitigasi bencana, memastikan distribusi sumber daya yang adil, atau memerangi diskriminasi yang memperparah penderitaan kelompok rentan.

Membangun Budaya Kemanusiaan Berbasis Iman

Tantangan dalam melaksanakan jihad kemanusiaan meliputi keterbatasan sumber daya, akses ke daerah terpencil, dan koordinasi yang kompleks. Namun, peluang juga terbuka lebar, terutama dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk penggalangan dana, penyebaran informasi, dan mobilisasi relawan. Di Indonesia, semangat fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) telah menjadi motor penggerak bagi berbagai inisiatif kemanusiaan yang melibatkan jutaan umat Muslim.

Jihad kemanusiaan adalah bukti nyata bahwa Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam). Ini adalah bentuk perjuangan yang paling konstruktif, damai, dan mengakar pada nilai-nilai universal kemanusiaan. Dengan mengamalkan jihad kemanusiaan, umat Muslim menunaikan kewajiban agama sekaligus berperan aktif menghadapi berbagai krisis. Mereka menjadi mercusuar harapan dan agen perubahan yang mengukir kontribusi abadi bagi martabat dan kesejahteraan umat manusia.

Referensi:

 * Al-Qur'an, Surah Al-Ma'idah (5:32).

 * Hadis Riwayat At-Tirmidzi dan Muslim.

 * Al-Ghazali. (Abad ke-11). Ihya' 'Ulum al-Din.

 * Haque, M. S. (2012). "Islamic Philanthropy and Social Justice." Journal of Muslim Philanthropy & Civil Society, Vol. 1, No. 1. 

 * Khan, M. M. (2014). "Islamic Principles and Practices for Disaster Management." Journal of Islamic Sciences, Vol. 11, No. 1. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adat dan Tradisi Perkawinan Suku Sasak

Mengaku Wali, Membawa Panji, dan Menyesatkan Umat? Sebuah Refleksi Kritis atas Klaim Spiritual di Era Kontemporer

Hari Santri Nasional: Merajut Tradisi, Mengokohkan Identitas Bangsa