Penyebab Ajaran-Ajaran Sempalan Diikuti: Perspektif Sosial dan Psikologis
Oleh: Lukmanul Hakim
Dalam konteks agama, ideologi, dan kepercayaan, ajaran-ajaran sempalan merujuk pada aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran utama yang diterima oleh mayoritas. Ajaran-ajaran ini seringkali menawarkan solusi atau perspektif yang dianggap lebih sesuai dengan kebutuhan atau keinginan individu, meskipun sering kali melenceng dari nilai-nilai yang telah mapan. Fenomena ajaran sempalan yang diikuti oleh sebagian orang menunjukkan dinamika sosial dan psikologis yang kompleks. Artikel ini akan mengulas penyebab-penyebab mengapa ajaran-ajaran sempalan bisa menarik perhatian dan diikuti, serta dampak dari kepercayaan terhadap ajaran tersebut.
1. Krisis Sosial dan Ekonomi
Ketika sebuah masyarakat mengalami ketidakstabilan ekonomi atau sosial, banyak individu merasa kehilangan arah. Krisis ini bisa berupa kemiskinan, pengangguran, atau ketidakpastian politik yang menciptakan ketegangan psikologis. Dalam kondisi tersebut, ajaran sempalan seringkali menawarkan penjelasan yang sederhana dan solusi yang langsung, yang mungkin lebih mudah diterima daripada penjelasan dari otoritas agama atau ideologi yang lebih konvensional. Para pengikut ajaran sempalan ini merasa bahwa mereka menemukan cara yang lebih efektif untuk menghadapi kesulitan hidup mereka. Sebagai contoh, dalam penelitian yang dilakukan oleh Gordon Melton (2004), ia mencatat bahwa kelompok-kelompok yang muncul selama periode ketidakstabilan ekonomi cenderung mengedepankan janji tentang penyelesaian cepat atas masalah pribadi dan sosial.
2. Keinginan untuk Mencari Identitas
Ajaran sempalan sering kali memberikan rasa identitas yang kuat bagi pengikutnya. Dalam dunia yang makin terfragmentasi dan global, banyak individu merasa teralienasi atau terpinggirkan. Bergabung dengan kelompok yang mengikuti ajaran-ajaran alternatif ini memberi mereka rasa belonging, atau keterikatan sosial. Menurut Paul Heelas (2008), pencarian identitas dan makna dalam hidup merupakan salah satu faktor utama yang mendorong individu untuk terlibat dalam komunitas-komunitas semacam ini. Dalam kelompok ini, mereka merasa diterima dan mendapatkan pengakuan, terutama jika mereka merasa tidak mendapatkan hal yang sama dari masyarakat luas.
3. Kepemimpinan Karismatik
Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak ajaran sempalan yang dipimpin oleh figur-figur karismatik yang mampu memengaruhi pikiran dan perasaan orang lain. Pemimpin seperti ini memiliki daya tarik yang kuat, yang memanfaatkan psikologi pengikutnya untuk membangun kekuatan dan pengaruh. Karisma yang dimiliki pemimpin ini sering kali diikuti oleh janji-janji keselamatan, kebahagiaan, atau bahkan transformasi spiritual yang menarik bagi individu yang mencari arah hidup. Karismatisme ini seringkali disebut sebagai salah satu faktor utama dalam kelangsungan hidup ajaran sempalan (Weber, 1968).
4. Keterbatasan Pendidikan dan Pengetahuan
Ajaran sempalan sering kali lebih mudah dipahami dibandingkan dengan ajaran agama atau ideologi yang lebih kompleks. Terutama di kalangan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah atau terbatas, ajaran-ajaran ini menawarkan penjelasan yang tampaknya lebih langsung dan mudah diterima. Ajaran yang berfokus pada penyederhanaan konsep-konsep besar sering kali berhasil menarik perhatian mereka yang merasa tidak memiliki kapasitas untuk memahami ajaran yang lebih tradisional. Sebagai contoh, ajaran yang mengklaim memiliki cara cepat dan praktis untuk mencapai kebahagiaan atau keselamatan sering kali lebih menarik bagi mereka yang kurang terdidik atau terinformasi.
5. Kelemahan dalam Institusi Agama atau Ideologi
Ketika institusi agama atau ideologi utama kehilangan kredibilitasnya, baik karena skandal, kegagalan dalam memenuhi kebutuhan rohani pengikutnya, atau terlalu kaku dalam menghadapi perubahan sosial, ajaran sempalan bisa muncul sebagai alternatif. Ajaran sempalan ini berusaha menjawab kekosongan yang ditinggalkan oleh ajaran utama dengan cara yang lebih fleksibel, lebih terbuka, atau lebih sesuai dengan zaman. Sebagai contoh, banyak kelompok baru muncul pada saat-saat ketidakpuasan terhadap otoritas agama yang ada, yang tercermin dalam penelitian oleh Stark dan Bainbridge (1996) mengenai munculnya sekte-sekte baru.
6. Pencarian Alternatif Spiritualitas
Di dunia modern ini, banyak individu mencari bentuk spiritualitas yang lebih fleksibel dan pribadi. Ajaran sempalan sering kali menawarkan alternatif yang lebih mudah diakses dan disesuaikan dengan kebutuhan pribadi. Ajaran ini cenderung tidak terikat oleh ritual yang kaku atau dogma yang sulit dipahami, sehingga memberikan ruang bagi individu untuk mengeksplorasi spiritualitas dengan cara mereka sendiri. Hal ini tercermin dalam fenomena pertumbuhan jumlah pengikut New Age, yang menurut Heelas (2008), berfokus pada pencarian pengalaman spiritual yang lebih pribadi dan langsung.
7. Pengaruh Teknologi dan Media Sosial
Di era digital, media sosial dan internet telah menjadi saluran utama penyebaran ajaran-ajaran sempalan. Berkat kemudahan akses informasi, banyak individu yang dapat dengan mudah menemukan dan terlibat dalam kelompok-kelompok ini. Media sosial memungkinkan ajaran-ajaran ini tersebar dengan cepat dan mencapai audiens yang lebih luas tanpa batasan geografis. Dalam hal ini, platform digital telah mengubah cara kelompok sempalan berkembang, memungkinkan mereka menjangkau orang-orang yang sebelumnya tidak dapat dijangkau.
Simpulan
Ajaran-ajaran sempalan terus berkembang dan menarik pengikutnya karena berbagai faktor yang saling berhubungan, baik dari sisi sosial, psikologis, maupun teknologi. Faktor-faktor seperti ketidakstabilan sosial, pencarian identitas, kepemimpinan karismatik, dan kelemahan dalam institusi agama atau ideologi memainkan peran penting dalam penyebaran ajaran-ajaran ini. Untuk menghindari penyebaran ajaran yang merugikan, penting bagi masyarakat untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang ajaran-ajaran yang ada dan bagaimana mereka dapat memengaruhi individu secara psikologis dan sosial.
Referensi:
-
Melton, G. (2004). The Encyclopedia of American Religions (8th ed.). Gale.
-
Heelas, P. (2008). The New Age Movement: The Celebration of the Self and the Sacralization of Modernity. Blackwell Publishing.
-
Weber, M. (1968). Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology. University of California Press.
-
Stark, R., & Bainbridge, W. S. (1996). The Future of Religion: Secularization, Revival and Cult Formation. University of California Press.
Komentar
Posting Komentar