Meluruskan Makna Larangan Bepergian Jauh: Bukan untuk Ziarah Kubur, Tapi untuk Ini
Oleh: Tim Penulis NU Online
Sebagian kalangan masih memperdebatkan hukum ziarah kubur ke tempat yang jauh. Mereka berdalih, Rasulullah ﷺ melarang bepergian jauh kecuali ke tiga masjid utama, yaitu Masjidil Haram, Masjidil Aqsa, dan Masjid Nabawi. Hadis yang sering dikutip adalah:
"Dan jangan mengencangkan pelana (melakukan perjalanan jauh) kecuali untuk mengunjungi tiga masjid: Masjidil Haram, Masjidil Aqsa, dan Masjidku (Masjid Nabawi)."
Teks Arabnya:
وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى وَمَسْجِدِي هَذَا
(HR Bukhari).
Apakah benar hadis ini melarang ziarah Wali Songo atau makam-makam para ulama di luar kota? Mari kita telaah lebih dalam makna hadis ini sesuai dengan pandangan para ulama.
Tiga Opsi Pemaknaan Hadis
Setidaknya, ada tiga cara pemahaman terhadap hadis ini, dan hanya satu yang dianggap sahih oleh mayoritas ulama.
* Larangan Bepergian Jauh secara Umum (Opsi yang Ditolak)
Opsi pertama adalah menafsirkan hadis ini secara harfiah, yaitu dilarang bepergian jauh ke mana pun kecuali ke tiga masjid tersebut. Pemahaman ini sangat aneh dan tidak masuk akal. Agama Islam justru memfasilitasi umatnya yang bepergian jauh, seperti dengan adanya keringanan salat jamak dan qashar. Tidak ada ulama yang berpendapat demikian. Oleh karena itu, opsi ini jelas tertolak.
* Larangan Ziarah Kubur Jarak Jauh (Opsi yang Keliru)
Pemahaman kedua menyebutkan bahwa hadis ini secara spesifik melarang ziarah kubur atau bepergian ke tempat keramat jarak jauh, kecuali ke tiga masjid. Pandangan ini sempat dipegang oleh Syekh Ibnu Taimiyah dan diikuti oleh beberapa pengikutnya, yang akhirnya menganggap ziarah Wali Songo sebagai perbuatan maksiat.
Namun, pemahaman ini sesungguhnya lemah dan tidak memiliki dasar. Hadis ini konteksnya umum dan tidak pernah disebutkan muncul karena isu ziarah kubur. Secara tata bahasa pun, tidak nyambung jika disebutkan "jangan bepergian jauh untuk ziarah kubur kecuali ke masjid." Kuburan dan masjid adalah dua hal yang berbeda.
Pendapat ini juga dibantah oleh hadis sahih lain. Dalam sebuah riwayat Bukhari, Rasulullah ﷺ pernah berkata, "Seandainya aku ke sana, pasti akan aku tunjukkan kepada kalian keberadaan kuburnya (Nabi Musa) yang ada di pinggir jalan di bawah tumpukan pasir merah." Pernyataan ini menunjukkan bahwa Rasulullah tidak melarang pergi ke makam yang jauh, bahkan beliau berniat menunjukkannya kepada para sahabat. Ini membuktikan bahwa hadis "tiga masjid" tidak ada kaitannya dengan ziarah kubur.
Teks Arabnya:
فَلَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ
(HR Bukhari).
* Larangan Bepergian Jauh untuk Shalat di Masjid Selain Tiga Utama (Opsi yang Tepat)
Pemahaman yang ketiga dan disepakati oleh mayoritas ulama adalah bahwa hadis ini secara khusus melarang bepergian jauh dengan tujuan untuk salat di masjid mana pun, kecuali di tiga masjid yang disebut. Kenapa? Karena pahala salat di tiga masjid tersebut jauh berlipat ganda dibanding masjid lain.
Sebuah riwayat Ahmad bahkan memperjelas konteksnya. Ketika seorang sahabat hendak bepergian ke Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa) untuk salat, Nabi ﷺ bersabda, "Sungguh, shalat di masjid ini lebih utama seribu kali shalat dari shalat di tempat lain kecuali Masjidil Haram." Teguran ini secara langsung menunjukkan bahwa larangan bepergian jauh ini memang terkait dengan tujuan salat.
Teks Arabnya:
وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْمَدِينَةِ وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى قَالَ وَوَدَّعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا فَقَالَ لَهُ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ أُرِيدُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَصَلَاةٌ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ أَفْضَلُ يَعْنِي مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِي غَيْرِهِ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامِ
(HR Ahmad).
Terdapat pula riwayat lain di mana seorang sahabat menegur Abu Hurairah yang pergi ke Bukit Thur untuk salat.
Teks Arabnya:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّهُ قَالَ لَقِيَ أَبُو بَصْرَةَ الْغِفَارِيُّ أَبَا هُرَيْرَةَ وَهُوَ جَاءٍ مِنْ الطُّورِ فَقَالَ مِنْ أَيْنَ أَقْبَلْتَ قَالَ مِنْ الطُّورِ صَلَّيْتُ فِيهِ قَالَ أَمَا لَوْ أَدْرَكْتُكَ قَبْلَ أَنْ تَرْحَلَ إِلَيْهِ مَا رَحَلْتَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ يَقُولُ لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى
(HR Ahmad).
Simpulan
Jadi, jelas bahwa hadis "tidaklah pelana itu diikat kecuali ke tiga masjid" sama sekali tidak melarang ziarah kubur ke tempat yang jauh. Larangan tersebut spesifik ditujukan untuk perjalanan jauh yang niatnya hanya untuk mencari keutamaan pahala salat di sebuah masjid, yang keutamaannya tidak ada.
Ziarah kubur, termasuk ke makam para wali, adalah perbuatan yang dianjurkan dalam Islam. Hadis ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan ziarah kubur atau keperluan lainnya secara umum. Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar