17+8 Tuntutan Rakyat: Apa yang Harus Dipenuhi oleh Pemerintah untuk Mewujudkan Keadilan Sosial?

 Oleh Lukmanul Hakim*

Indonesia saat ini tengah menghadapi sejumlah tantangan besar dalam menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Ketimpangan sosial, politik, dan ekonomi masih menjadi masalah yang belum teratasi sepenuhnya. Dalam kondisi ini, suara rakyat semakin lantang menyuarakan tuntutan agar ada perubahan yang nyata, tidak hanya dalam kebijakan, tetapi juga dalam cara negara mengelola kesejahteraan warganya. Salah satu manifestasi dari keresahan rakyat Indonesia adalah gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat, yang kini menjadi simbol perjuangan untuk perubahan sistemik di Indonesia. Artikel ini akan membahas secara rinci mengenai tuntutan tersebut, serta langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial yang sesungguhnya.

Latar Belakang: Tuntutan sebagai Suara Kolektif Rakyat

Pada 28—30 Agustus 2025, aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di seluruh Indonesia sebagai respons terhadap situasi sosial-politik yang dinilai tidak berpihak pada rakyat. Dalam aksi tersebut, berbagai kelompok masyarakat mengajukan 17 tuntutan mendesak yang dibagi atas permintaan kepada berbagai lembaga negara. Tuntutan ini mencerminkan harapan masyarakat untuk perbaikan dalam beberapa aspek, baik itu keadilan sosial, reformasi politik, hingga pemberantasan korupsi yang masih menjadi masalah serius di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kompas.com (3/9/2025), tuntutan ini mengarah pada tiga sektor utama: Presiden, DPR, dan TNI, serta agenda reformasi yang harus dilakukan hingga 2026.

17 Tuntutan Mendesak: Untuk Presiden, DPR, Polri, dan TNI

Tuntutan pertama yang harus dipenuhi adalah terkait dengan Presiden Prabowo. Salah satu permintaan utama adalah pembentukan tim investigasi independen yang akan menyelidiki kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada aksi 28—30 Agustus 2025, termasuk kasus yang melibatkan Affan Kurniawan dan Umar Amarudin. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar TNI tidak terlibat dalam pengamanan sipil dan segera dikembalikan ke barak, mengingat ketegangan yang timbul akibat keterlibatan militer dalam pengelolaan situasi sipil.

Tuntutan terhadap DPR melibatkan pembebasan seluruh demonstran yang ditahan tanpa kriminalisasi serta transparansi dalam proses penegakan hukum. Rakyat juga meminta agar kekerasan yang dilakukan oleh aparat dihentikan, dan pihak kepolisian harus mematuhi SOP pengendalian massa dengan lebih baik. Untuk partai politik, tuntutan utama adalah pembekuan kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR serta pembatalan fasilitas baru yang tidak relevan dengan kebutuhan rakyat.

Adapun untuk Polri, salah satu tuntutan yang paling mendesak adalah agar Badan Kehormatan DPR melakukan pemeriksaan terhadap anggota yang terbukti melecehkan aspirasi rakyat. Selain itu, ada pula permintaan untuk menerapkan sanksi tegas terhadap kader yang memicu kemarahan publik, serta menjunjung tinggi komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis sosial ini.

 8 Agenda Reformasi: Mewujudkan Pemerintahan yang Transparan dan Akuntabel

Selain 17 tuntutan mendesak, terdapat juga 8 agenda reformasi dengan tenggat waktu hingga 31 Agustus 2026. Agenda reformasi ini mencakup perubahan yang lebih mendalam dalam sistem politik dan pemerintahan Indonesia. Salah satu aspek utama adalah reformasi besar-besaran di DPR, yang diharapkan dapat memperkuat pengawasan terhadap eksekutif dan memastikan bahwa sistem legislasi lebih transparan serta berpihak pada rakyat. Reformasi partai politik juga menjadi perhatian utama, dengan tujuan untuk mengurangi praktik politik uang dan memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia.

Dalam agenda reformasi ini, reformasi perpajakan yang lebih adil dan merata juga menjadi salah satu tuntutan yang harus segera diwujudkan. Penguatan independensi KPK dan penerapan UU perampasan aset koruptor menjadi langkah strategis dalam pemberantasan korupsi di kalangan pejabat negara. Selain itu, adanya reformasi kepolisian yang menjadikan institusi tersebut lebih profesional dan humanis juga menjadi bagian dari agenda ini. Tuntutan terhadap TNI untuk kembali sepenuhnya ke barak dan tidak terlibat dalam urusan sipil juga menjadi salah satu bagian dari agenda besar reformasi ini.

Makna Warna Pink dan Hijau: Simbol Perjuangan Rakyat

Tidak hanya berfokus pada tuntutan, gerakan ini juga memperkenalkan simbol warna pink dan hijau, yang memiliki makna mendalam. Warna pink melambangkan solidaritas, semangat damai, dan keinginan untuk menciptakan perubahan yang inklusif tanpa kekerasan. Sementara itu, warna hijau menjadi simbol harapan, kemakmuran, dan keberlanjutan, yang menandakan upaya rakyat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Kedua warna ini menjadi simbol visual yang kuat dari perjuangan rakyat Indonesia untuk memperoleh keadilan sosial dan politik yang lebih adil.

 Simpulan: Perubahan yang Harus Dilakukan Pemerintah

Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat ini bukan hanya sekadar seruan kosong, melainkan sebuah refleksi dari harapan rakyat yang menginginkan perubahan yang lebih baik dalam pemerintahan Indonesia. Pemenuhan tuntutan ini sangat penting untuk menciptakan pemerintahan yang lebih transparan, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Jika pemerintah gagal mendengarkan tuntutan ini, ketidakpuasan masyarakat akan makin meluas, dan itu dapat berdampak pada ketidakstabilan sosial yang lebih besar di masa depan.

Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, harus serius menanggapi tuntutan ini dengan langkah-langkah yang konkret dan cepat. Tanpa perubahan yang nyata, Indonesia akan terus menghadapi tantangan dalam menciptakan keadilan sosial dan kemakmuran bagi seluruh rakyatnya. 17+8 Tuntutan Rakyat adalah seruan untuk perubahan yang harus dijawab oleh pemerintah dengan tindakan yang tegas dan berorientasi pada rakyat.

*Lukmanul Hakim adalah peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kepakaran risetnya mencakup linguistik interdisipliner, dengan minat pada isu-isu sosial, politik, dan kebudayaan. Aktif menulis opini di berbagai media, ia tinggal di Depok.

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanggapan MUI Kabupaten Lombok Tengah terhadap Ajaran Lalu Dahlan: Sebuah Klarifikasi dan Tindakan Tegas

Mengaku Wali, Membawa Panji, dan Menyesatkan Umat? Sebuah Refleksi Kritis atas Klaim Spiritual di Era Kontemporer

Adat dan Tradisi Perkawinan Suku Sasak