Benarkah Ada Perbedaan Teks antara Mushaf Utsmani dan Mushaf Ibn Mas‘ud?
Oleh: Lukmanul Hakim
Isu keaslian teks Al-Qur’an kerap menjadi sorotan kalangan orientalis. Salah satu tuduhan yang sering muncul adalah adanya perbedaan teks antara Mushaf Utsmani—yang menjadi standar Al-Qur’an sampai hari ini—dan mushaf pribadi Abdullah bin Mas‘ud, seorang sahabat Nabi yang dikenal ahli bacaan. Tuduhan ini kerap dipelintir untuk menyimpulkan bahwa Al-Qur’an tidak tunggal, melainkan memiliki “versi-versi” berbeda.
Tulisan ini mencoba menelaah persoalan tersebut secara jernih, dengan merujuk pada literatur Islam klasik sekaligus penelitian modern para akademisi.
Kodifikasi Mushaf Utsmani
Sejarawan Muslim seperti al-Suyuthi dalam al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an mencatat bahwa pada masa Khalifah Utsman bin Affan (w. 35 H), Islam telah meluas ke Syam, Irak, hingga Mesir. Perbedaan dialek antar-Arab menyebabkan variasi bacaan yang berpotensi menimbulkan perselisihan. Untuk mencegah perpecahan, Utsman membentuk tim yang dipimpin Zaid bin Tsabit untuk menyalin mushaf resmi dengan rasm (ejaan) standar. Salinan mushaf ini kemudian dikirim ke kota-kota besar, sementara mushaf pribadi dianjurkan tidak dipakai lagi.
Sejarawan Barat seperti Angelika Neuwirth (The Qur’an and Its Biblical Subtext, 2010) menilai kebijakan Utsman sebagai langkah monumental yang memastikan keseragaman teks, sebuah upaya yang jarang ditemukan dalam tradisi teks keagamaan lain pada abad ke-7.
Mushaf Ibn Mas‘ud: Catatan Pribadi Sahabat
Ibn Mas‘ud adalah salah satu sahabat yang disebut Nabi sebagai ahli bacaan. Dalam sejumlah riwayat, disebutkan bahwa mushaf pribadinya tidak menuliskan surah al-Fatihah serta dua surah terakhir (al-Falaq dan an-Nas). Hal ini sering dijadikan dasar oleh orientalis untuk menyebut “ada perbedaan jumlah surah” dalam Al-Qur’an.
Namun, al-Nawawi dalam al-Tibyan fi Adab Hamalat al-Qur’an menjelaskan bahwa Ibn Mas‘ud tidak menuliskan surah-surah tersebut bukan karena menolak ke-Qur’anan-nya, melainkan karena beliau menganggap surah itu sudah sangat masyhur sebagai doa perlindungan sehingga tidak perlu dicatat dalam mushaf pribadi. Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam Fath al-Bari juga menegaskan bahwa Ibn Mas‘ud tetap membaca surah tersebut dalam salat, yang berarti beliau mengakui kesahihannya.
Dengan demikian, mushaf pribadi Ibn Mas‘ud tidak bisa dipandang sebagai mushaf alternatif, melainkan sebagai catatan pribadi pada fase awal kodifikasi.
Tiga Aspek Perbedaan yang Sering Disebut
Para peneliti biasanya mengelompokkan perbedaan mushaf sahabat ke dalam tiga kategori:
-
Jumlah Surah
Mushaf Utsmani memuat 114 surah. Mushaf Ibn Mas‘ud diriwayatkan tidak menuliskan al-Fatihah dan dua surah terakhir. Tetapi, konsensus ulama menyatakan hal ini lebih kepada aspek pencatatan, bukan pengingkaran. -
Urutan Surah
Mushaf Utsmani mengikuti susunan komite. Dalam mushaf Ibn Mas‘ud, urutan surah kadang berbeda, misalnya al-Baqarah diikuti langsung oleh an-Nisa’. Menurut al-Zarkasyi dalam al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, urutan surah bersifat ijtihadi (berdasarkan ijtihad sahabat) sehingga perbedaan ini bukan masalah substansial. -
Varian Redaksi Ayat
Beberapa varian kecil ditemukan, misalnya perbedaan kata sinonim atau tambahan kata penjelas. Arthur Jeffery, dalam Materials for the History of the Text of the Qur’an (1937), mendokumentasikan varian-varian tersebut. Namun mayoritas ulama menafsirkannya sebagai bagian dari sab‘ah ahruf—ragam bacaan yang memang diizinkan Nabi. Dengan kata lain, perbedaan itu termasuk varian qira’at, bukan teks yang bertentangan.
Pandangan Ulama dan Akademisi Modern
Ulama klasik menegaskan bahwa mushaf pribadi para sahabat bukanlah mushaf tandingan. Ibn Hazm dalam al-Fasl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa al-Nihal menyatakan, setelah mushaf Utsmani disebarkan, tidak ada satu pun sahabat besar yang menolak standarisasi tersebut. Ibn Mas‘ud pun tetap ikut dengan mushaf resmi.
Akademisi modern seperti Harald Motzki (The Origins of Islamic Jurisprudence, 2002) dan Nicolai Sinai (The Qur’an: A Historical-Critical Introduction, 2017) juga menilai bahwa keberadaan mushaf sahabat hanyalah bukti dinamika awal transmisi teks, bukan indikasi adanya “Al-Qur’an lain”. Bahkan, jika dibandingkan dengan tradisi manuskrip lain, tingkat keseragaman mushaf Utsmani sangat tinggi dan perbedaan yang ada bersifat marjinal.
Simpulan
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
-
Memang ada perbedaan teknis antara mushaf pribadi Ibn Mas‘ud dan mushaf Utsmani, dalam hal jumlah surah yang ditulis, urutan surah, dan varian lafadz kecil.
-
Perbedaan tersebut tidak substansial, karena tidak ada ayat yang hilang atau ajaran yang bertentangan.
-
Mushaf Utsmani menjadi standar resmi dan diterima seluruh umat Islam, sehingga menjaga kesatuan teks Al-Qur’an hingga hari ini.
Dengan demikian, tuduhan orientalis bahwa ada “versi-versi Al-Qur’an” tidak berdasar. Yang ada hanyalah variasi tahap awal pencatatan, yang kemudian diseragamkan oleh Khalifah Utsman tanpa mengurangi isi Al-Qur’an sedikit pun.
Angelika Neuwirth bahkan menegaskan, “Tidak ada kitab suci lain yang memiliki stabilitas teks seawal Al-Qur’an” (Scripture, Poetry and the Making of a Community, 2014). Pernyataan ini menunjukkan bahwa di balik perdebatan orientalis, Al-Qur’an tetap berdiri sebagai teks suci dengan transmisi yang luar biasa terjaga.
Daftar Pustaka
-
Al-Suyuthi, Jalaluddin. Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.
-
Al-Zarkasyi, Badruddin. Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an. Kairo: Dar al-Turats, 1984.
-
Al-Nawawi, Yahya bin Syaraf. Al-Tibyan fi Adab Hamalat al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr, 1992.
-
Ibn Hajar al-‘Asqalani. Fath al-Bari bi Syarh Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H.
-
Ibn Hazm, Ali bin Ahmad. Al-Fasl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa al-Nihal. Beirut: Dar al-Jil, 1985.
-
Jeffery, Arthur. Materials for the History of the Text of the Qur’an. Leiden: Brill, 1937.
-
Motzki, Harald. The Origins of Islamic Jurisprudence. Leiden: Brill, 2002.
-
Neuwirth, Angelika. The Qur’an and Its Biblical Subtext. London: Routledge, 2010.
-
Neuwirth, Angelika. Scripture, Poetry and the Making of a Community: Reading the Qur’an as a Literary Text. Oxford: Oxford University Press, 2014.
-
Sinai, Nicolai. The Qur’an: A Historical-Critical Introduction. Edinburgh: Edinburgh University Press, 2017.
Komentar
Posting Komentar