Yesus dan “Allahu Akbar”: Menemukan Titik Temu dalam Kebesaran Tuhan
Oleh: Lukmanul Hakim
Dalam dinamika dialog antaragama, muncul pernyataan menarik bahwa Yesus (Isa Al-Masih) pernah mengucapkan kalimat yang semakna dengan "Allahu Akbar". Kalimat ini, yang secara harfiah berarti “Allah Maha Besar”, adalah bagian tak terpisahkan dari ritus keislaman: dikumandangkan dalam azan, diulang dalam shalat, dan dilafalkan dalam berbagai momen spiritual. Namun benarkah Yesus, yang hidup lebih dari enam abad sebelum Nabi Muhammad SAW, pernah mengungkapkan hal serupa?
Bahasa Boleh Berbeda, Makna Bisa Sama
Yesus, sebagai figur sejarah dan nabi dalam Islam, diyakini hidup di wilayah Palestina dan berbicara dalam bahasa Aram, bahasa semitik yang memiliki akar yang sama dengan Arab dan Ibrani. Dalam bahasa Aram, frasa yang semakna dengan “Allahu Akbar” bisa diungkapkan sebagai “Elaha Rabba” atau “Elaha Gadol”—artinya “Allah Maha Agung” atau “Tuhan yang Besar”.
Meskipun tidak ada bukti bahwa Yesus mengucapkan “Allahu Akbar” dalam redaksi Arab, namun secara makna teologis, ungkapan serupa memang muncul dalam pernyataan-pernyataan Yesus:
“Bapa kami yang di surga, dikuduskanlah nama-Mu...” (Matius 6:9)
“Tuhan Allahmu adalah Tuhan yang esa” (Markus 12:29)
Yesus menegaskan kebesaran dan keesaan Tuhan secara berulang. Bahkan dalam tradisi Yahudi tempat Yesus dibesarkan, kalimat Shema (“Dengarlah, hai Israel... Tuhan itu Esa”) adalah dzikir harian yang penuh pengagungan kepada Tuhan. Maka, menyatakan bahwa Yesus memuliakan Tuhan dengan kalimat yang maknanya sama dengan “Allahu Akbar” bukanlah klaim yang berlebihan.
Titik Temu Teologi Abrahamik
Tiga agama samawi—Yahudi, Kristen, dan Islam—memiliki akar monoteistik yang sama. Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Agung adalah bagian mendasar dari iman mereka. Jika dalam Islam dikenal takbir “Allahu Akbar”, maka dalam Mazmur Yahudi tertulis:
“TUHAN itu besar dan sangat terpuji; kebesaran-Nya tidak terduga!” (Mazmur 145:3)
Sementara dalam tradisi Kristen, himne dan liturgi seperti “How Great Thou Art” atau puji-pujian gerejawi menyanjung keagungan Tuhan. Ini memperlihatkan bahwa pengagungan terhadap Tuhan adalah jembatan spiritual lintas agama, bukan pemisah.
Menghindari Provokasi Bahasa
Namun perlu diingat: istilah tidak bisa dipaksakan lintas zaman dan budaya. Mengklaim bahwa Yesus mengucapkan “Allahu Akbar” secara literal bisa menimbulkan kesalahpahaman, apalagi jika digunakan dalam konteks apologetik yang kaku atau debat antaragama yang kurang sehat. Bahasa memiliki nuansa, dan makna tidak selalu identik dengan bentuk bunyi atau tulisan.
Yang jauh lebih penting adalah menyadari bahwa semangat pengagungan Tuhan adalah nilai yang diwariskan oleh semua nabi. Baik Musa, Yesus, maupun Muhammad SAW, semuanya mengajarkan ketundukan kepada Tuhan Yang Maha Besar. Maka kalimat seperti “Allahu Akbar” bukan hanya milik umat Islam, tetapi maknanya adalah milik umat manusia yang menyembah Tuhan yang satu.
Penutup: Merayakan Kesamaan, Menghormati Perbedaan
Di tengah dunia yang sering terjebak dalam perbedaan simbol dan istilah, kita diajak untuk menyelami makna di balik kata. Menemukan bahwa Yesus juga mengagungkan Tuhan seperti halnya umat Islam menyebut “Allahu Akbar” semestinya menjadi momen untuk menyulam ukhuwah insaniyah, bukan memantik polemik baru.
Kita boleh berbeda dalam bentuk, tetapi satu dalam tujuan: mengabdi kepada Tuhan yang Maha Besar.
Daftar Pustaka:
-
Fitzmyer, Joseph A. A Wandering Aramean: Collected Aramaic Essays. Scholars Press, 1979.
-
Alkitab LAI – Injil Matius, Markus, Yohanes, dan Kitab Mazmur.
-
Al-Qur'an al-Karim – QS. Al-Baqarah: 255, Al-Ikhlas.
-
Brown, Raymond E. An Introduction to the New Testament. Yale University Press, 1997.
-
Karen Armstrong. The Case for God. Knopf, 2009.
Komentar
Posting Komentar