KHGT dan Hisab Global: Saat Ilmu Langit Menyatukan Bumi

Oleh: Lukmanul Hakim

Setiap tahun, umat Islam di berbagai penjuru dunia menghadapi kenyataan yang berulang: perbedaan penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Fenomena ini bukan sekadar persoalan teknis keagamaan, tetapi telah menjadi simbol betapa dunia Islam masih kesulitan menyatukan kalender keagamaannya. Di tengah kerinduan akan persatuan umat, muncul inisiatif bernama Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) yang menawarkan jalan keluar melalui pendekatan ilmiah dan global: Hisab Global.

KHGT: Gagasan Lama yang Menemukan Relevansi Baru

Ide KHGT bukanlah barang baru. Sejak lama para ilmuwan falak dan ulama kontemporer telah menyuarakan pentingnya kalender hijriah yang bersifat global, bukan regional. KHGT bertujuan menyatukan penanggalan hijriah di seluruh dunia Islam, sehingga umat Islam bisa memulai dan mengakhiri bulan-bulan ibadah secara serentak, tanpa perbedaan yang mencolok antarnegara.

Gagasan ini mendapatkan dorongan kuat dari resolusi Majma’ al-Fiqh al-Islami (OKI) pada tahun 2012 dan dikuatkan kembali oleh Muktamar Internasional Kalender Hijriah Global di Turki pada tahun 2016. Salah satu tokoh penting yang mendorong KHGT adalah Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, pakar astronomi dari LAPAN, yang menekankan pentingnya pendekatan ilmiah untuk menata ulang sistem kalender Islam secara global (Djamaluddin, 2018).

Hisab Global: Akurasi Langit sebagai Fondasi

Hisab global adalah metode perhitungan posisi bulan dan matahari secara presisi berdasarkan data astronomi universal. Dalam pendekatan ini, tidak lagi diperlukan pengamatan langsung (rukyat) di setiap wilayah, tetapi cukup berdasarkan posisi geosentrik bulan dan kriteria visibilitas hilal secara global.

Menurut para astronom, posisi bulan dapat dihitung dengan ketepatan tinggi jauh sebelum waktunya tiba. Lembaga seperti NASA, US Naval Observatory, dan ICOP (Islamic Crescents’ Observation Project) telah menyediakan data visibilitas hilal yang dapat dijadikan acuan bersama. Hisab global memungkinkan penggunaan satu sistem referensi yang berlaku universal, bukan tergantung pada batas politik negara atau lokasi geografis.

Persoalan Fikih: Ijtihad dan Tantangan Konsensus

Meski hisab global secara ilmiah meyakinkan, tantangan terbesarnya justru terletak pada aspek fikih dan otoritas keagamaan. Sebagian ulama masih berpegang pada rukyat lokal, sesuai hadis Nabi SAW: “Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya” (HR. Bukhari dan Muslim). Sementara yang lain menekankan bahwa “melihat” dalam konteks kekinian bisa dimaknai sebagai melihat secara ilmiah, yakni melalui hisab.

Sebagaimana dinyatakan oleh Syekh Yusuf al-Qaradawi, "Hisab yang akurat adalah bentuk rukyat modern." Dalam konteks ini, pendekatan hisab global tidak bertentangan dengan syariah, melainkan justru memperkuat maqashid-nya: mewujudkan ketertiban dan persatuan umat.

Indonesia dan Peran Strategisnya

Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki posisi strategis dalam mendorong implementasi KHGT. Pemerintah melalui Kementerian Agama telah lama aktif dalam pengembangan ilmu falak dan sering menjadi tuan rumah pertemuan falak internasional.

Dalam forum internasional, Indonesia bisa memainkan peran sebagai penjembatan antara kubu rukyat dan hisab, antara pendekatan tekstual dan kontekstual, serta antara otoritas keagamaan tradisional dan ilmuwan kontemporer.

Menuju Kalender Islam Bersatu: Jalan Panjang yang Layak Ditempuh

KHGT dan hisab global memang bukan solusi instan. Butuh konsensus antarnegara Muslim, penguatan lembaga otoritatif seperti OKI, serta edukasi publik agar tidak terjadi kegaduhan sosial setiap kali ada perbedaan penetapan hari besar. Namun, langkah menuju KHGT adalah langkah strategis menuju persatuan umat. Dalam dunia yang makin terkoneksi, umat Islam justru ditantang untuk bersatu—setidaknya dalam satu hal yang seharusnya sederhana: kalender.

Sebagaimana langit di atas kita adalah satu, sudah saatnya umat Islam melihat bulan yang sama, di kalender yang sama, untuk ibadah yang sama.

Daftar Pustaka:

  1. Djamaluddin, Thomas. (2018). Kriteria Wujudul Hilal dan Penyatuan Kalender Islam. LAPAN.
  2. Majma’ al-Fiqh al-Islami. (2012). Resolusi Kalender Islam Global dalam pertemuan ke-19 OKI.
  3. Muktamar Internasional Kalender Hijriah Global. Istanbul, Turki. 2016.
  4. Al-Qaradawi, Yusuf. (2009). Fiqh al-Awlawiyyat. Beirut: Muassasah al-Risalah.
  5. ICOP (Islamic Crescents’ Observation Project). www.icoproject.org
  6. US Naval Observatory. (2024). Astronomical Applications Department Data Services.
  7. NASA – Moon Visibility Data and Hilal Mapping Tools.
  8. Hadis Bukhari dan Muslim terkait rukyat hilal.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adat dan Tradisi Perkawinan Suku Sasak

Mengaku Wali, Membawa Panji, dan Menyesatkan Umat? Sebuah Refleksi Kritis atas Klaim Spiritual di Era Kontemporer

Hari Santri Nasional: Merajut Tradisi, Mengokohkan Identitas Bangsa