Bahasa Langit untuk Manusia: Menggali Mukjizat Linguistik Al-Qur’an
Oleh: Lukmanul Hakim
Al-Qur’an bukan hanya kitab suci yang menjadi pedoman hidup umat Islam, tetapi juga mukjizat yang terus hidup dari masa ke masa. Salah satu bentuk kemukjizatannya yang paling menonjol adalah pada bahasanya — sebuah bahasa yang tidak hanya indah, tetapi juga menggugah, padat makna, dan tidak tertandingi.
Al-Qur’an turun dalam bahasa Arab kepada masyarakat Arab yang pada masa itu sangat menjunjung tinggi sastra dan kefasihan bahasa. Namun ironisnya, para penyair dan ahli balaghah Arab justru tak mampu menandingi satu surat pun darinya. Itulah yang ditegaskan dalam firman Allah:
قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ
"Katakanlah: Maka datangkanlah satu surah semisal Al-Qur’an ini."
(QS. Yunus: 38)
1. Keunikan Struktural: Bukan Prosa, Bukan Puisi
Bahasa Al-Qur’an tidak bisa dikategorikan sebagai puisi (الشعر) maupun prosa biasa (النثر). Ia berada di antara keduanya namun memiliki keunikan tersendiri. Ayat-ayatnya kadang pendek, berima, namun tidak terikat oleh wazan (pola ritme) seperti syair Arab. Ambil contoh surat pendek berikut:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."
(QS. Al-Kawtsar: 1–3)
Struktur tiga ayat ini pendek, namun sarat makna, mengandung pujian, perintah, dan janji Allah dalam satu komposisi yang sempurna.
2. Ketepatan Diksi (Pilihan Kata)
Mukjizat bahasa Al-Qur’an juga tampak dalam ketepatan pemilihan kata. Misalnya dalam kata kerja "يَمْشُونَ" (berjalan) dan "يَسْعَوْنَ" (berlari/bersegera), keduanya digunakan dalam konteks yang sangat berbeda sesuai nuansa maknanya.
Contohnya:
فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
"Orang-orang yang khusyuk dalam salatnya."
(QS. Al-Mu’minun: 2)
Kata “خَاشِعُونَ” di sini lebih dalam daripada sekadar "tenang" atau "tunduk". Ia menunjukkan kelembutan hati dan kehadiran jiwa dalam salat — sesuatu yang hanya bisa dipahami dalam konteks linguistik yang mendalam.
Demikian pula ketika Allah menggambarkan kematian dengan kata “تَوَفَّتْهُ” (QS. Al-An’am: 61), bukan “قَتَلَهُ”. Ini menunjukkan bahwa kematian datang melalui pengambilan ruh oleh malaikat, bukan sekadar akibat kekerasan fisik. Perbedaan kata melahirkan perbedaan teologis.
3. Kekuatan Simbolik dan Gaya Bahasa
Bahasa Al-Qur’an juga sarat dengan simbol dan majas. Simbolisasi ini memperkuat pesan spiritual dan moral yang ingin disampaikan. Misalnya, dalam menggambarkan kegelapan hati dan keraguan:
أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُّجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِّن فَوْقِهِ مَوْجٌ مِّن فَوْقِهِ سَحَابٌ
"Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, diliputi oleh ombak, di atasnya ombak (pula), di atasnya lagi awan..."
(QS. An-Nur: 40)
Tumpukan metafora ini — laut yang dalam, ombak bertumpuk, dan awan gelap — menggambarkan lapis-lapis kebingungan dan kesesatan manusia yang jauh dari cahaya iman. Gaya ini tidak hanya estetis tetapi juga psikologis.
4. Ritme dan Irama yang Menyentuh Jiwa
Al-Qur’an dibacakan dengan tartil, dan setiap ayatnya memiliki ritme tersendiri yang mampu menyentuh emosi. Ini bukan hanya dirasakan oleh Muslim, tetapi juga oleh banyak non-Muslim yang mendengarkan ayat Al-Qur’an untuk pertama kalinya.
الرَّحْمَٰنُ. عَلَّمَ الْقُرْآنَ. خَلَقَ الْإِنسَانَ. عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
"Yang Maha Pengasih. Yang telah mengajarkan Al-Qur’an. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara."
(QS. Ar-Rahman: 1–4)
Irama dan pengulangan dalam Surah Ar-Rahman (“فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانَ”) memperkuat rasa kagum dan refleksi spiritual dalam diri pendengar.
5. Ketahanan dan Ketidakberubahan
Selama lebih dari 1.400 tahun, Al-Qur’an tetap utuh tanpa perubahan satu huruf pun, dan jutaan manusia menghafalnya di luar kepala. Tidak ada kitab lain yang memiliki tradisi oral sekaligus kekuatan linguistik seperti ini.
Allah berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya."
(QS. Al-Hijr: 9)
Penutup: Bahasa Langit yang Menembus Batas Zaman
Mukjizat linguistik Al-Qur’an bukan hanya argumen apologetik, tetapi kenyataan yang bisa dirasakan oleh siapa saja yang mau menyelaminya. Ia menyentuh hati, menggugah pikiran, dan menundukkan ego. Ketika manusia kehilangan arah dalam kerumitan bahasa dunia, Al-Qur’an hadir dengan bahasa langit — terang, jelas, dan menyembuhkan.
Di tengah dunia yang hiruk pikuk dengan narasi kekuasaan dan ujaran kebencian, bahasa Al-Qur’an adalah ruang hening yang menyelamatkan. Mari kembali membaca dan merenunginya — bukan hanya sebagai teks suci, tetapi sebagai bahasa yang hidup, sebagai mukjizat yang terus berbicara pada hati manusia lintas generasi.
Daftar Referensi:
- Al-Baqillani. I‘jaz al-Qur’an. Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1997.
- Ar-Raghib al-Isfahani. Mu‘jam Mufradat Alfaz al-Qur’an.
- Syekh Wahbah az-Zuhaili. Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syari‘ah wa al-Manhaj.
- Mustansir Mir. Coherence in the Qur’an.
- Maurice Bucaille. The Bible, the Qur’an and Science.
- Muhammad Abdullah Draz. An-Naba'ul ‘Azhim: The Great News.
Komentar
Posting Komentar