"Alkitab Kristen Berbeda-beda, Mana yang Asli?" – Menjawab dengan Perspektif Kritis dan Sejarah
Oleh: Lukmanul Hakim
Belakangan ini, media sosial diramaikan oleh pernyataan apologet Kristen yang menanggapi pertanyaan populer: “Mengapa Alkitab Kristen berbeda antara Katolik, Protestan, dan Ortodoks? Kalau begitu, mana yang asli?” Sang pembuat konten kemudian menyimpulkan bahwa semua tradisi tersebut sah dan asli karena bersumber dari pewarisan yang berbeda, tetapi memiliki pesan yang sama.
Jawaban tersebut terdengar damai dan kompromistis, namun perlu diuji secara kritis dan historis. Apakah perbedaan itu memang hanya soal “variasi warisan” tanpa implikasi teologis? Apakah semua versi Alkitab benar-benar “sama pesan dan otentik”? Artikel ini akan menanggapi pertanyaan itu dengan pendekatan objektif dan berbasis sumber akademik lintas tradisi.
π 1. Perbedaan Jumlah Kitab: Bukan Sekadar "Bingkai"
Memang benar bahwa Perjanjian Baru dalam seluruh tradisi Kristen (Katolik, Ortodoks, Protestan) berisi 27 kitab yang sama. Namun, Perjanjian Lama berbeda-beda:
- Protestan: 39 kitab (mengikuti kanon Ibrani/Tanakh Yahudi)
- Katolik: 46 kitab (termasuk Deuterokanonika seperti Tobit, Yudit, Makabe, dsb.)
- Ortodoks Timur: antara 49–51 kitab, bergantung pada tradisi nasional (menambahkan misalnya 3 Makabe, Doa Manasye, dll.)
Perbedaan ini bukan sekadar teknis, melainkan berkaitan dengan apa yang dianggap sebagai firman Tuhan. Misalnya, doktrin Katolik tentang api penyucian (purgatorium) menggunakan rujukan dari 2 Makabe 12:46, yang tidak diakui dalam kanon Protestan.
π Lihat: Raymond E. Brown, An Introduction to the New Testament (1997), hlm. 3–5; Bruce M. Metzger, The Canon of the New Testament (1987).
π°️ 2. Sejarah Pewarisan Teks: Kompleks, Bukan Satu Jalur
Postingan tersebut menyebut semua Alkitab Kristen berasal dari akar yang sama, yakni gereja mula-mula. Ini perlu diluruskan. Gereja perdana (1–4 M) belum memiliki kanon tetap. Beberapa bapa gereja seperti Origenes, Athanasius, dan Jerome memiliki daftar kitab yang berbeda.
Konsili Kartago (397 M) dan Hippo (393 M) baru menyusun daftar kitab yang mendekati kanon Katolik saat ini. Namun kanon Protestan tidak sepenuhnya mengikuti daftar itu. Martin Luther pada abad ke-16 mengadopsi kanon Ibrani (Tanakh) dan menempatkan kitab-kitab Deuterokanonika dalam bagian tersendiri sebagai bacaan rohani, bukan doktrinal.
π Lihat: Lee Martin McDonald, The Biblical Canon: Its Origin, Transmission, and Authority (2017); F.F. Bruce, The Canon of Scripture (1988), hlm. 67–85.
✝️ 3. “Semua Pesan Sama” – Benarkah?
Argumen lain yang muncul adalah bahwa semua versi Alkitab memiliki pesan yang sama: Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat. Ini valid dalam konteks iman, tetapi secara teologis, masing-masing tradisi memiliki penafsiran berbeda tentang:
- Natur Kristus (Kristologi)
- Peran sakramen dan gereja
- Makna keselamatan
Misalnya, Katolik dan Ortodoks meyakini bahwa sakramen merupakan saluran rahmat, sedangkan banyak kalangan Protestan menekankan iman pribadi sebagai satu-satunya syarat keselamatan (sola fide).
π Lihat: Alister E. McGrath, Christian Theology: An Introduction (2016), hlm. 364–375.
π 4. Otentisitas Tidak Ditentukan oleh Spiritualitas Saja
Dalam akhir postingan disebut bahwa keaslian bukan soal jumlah kitab, melainkan soal kesaksian yang dijaga oleh Roh Allah dari generasi ke generasi. Klaim seperti ini valid dalam ruang iman, tetapi tidak cukup dalam kajian sejarah dan kritik teks.
Kajian ilmiah tentang keaslian kitab suci (baik Kristen, Islam, Yahudi, atau lainnya) membutuhkan:
- Bukti manuskrip tertua
- Konsistensi teks
- Varian yang diketahui dan bagaimana penyebarannya
Misalnya, Codex Vaticanus dan Codex Sinaiticus (abad ke-4) adalah naskah paling awal Alkitab lengkap yang menjadi dasar rekonstruksi teks modern, dan mengandung kitab-kitab yang tidak diakui Protestan.
π Lihat: Bart D. Ehrman & Bruce M. Metzger, The Text of the New Testament: Its Transmission, Corruption, and Restoration (5th Ed., 2023)
✅ Simpulan: Kita Perlu Jujur Membedakan, Bukan Menyamakan
Alih-alih mengatakan "semua sama", akan lebih sehat secara intelektual dan spiritual bila mengakui:
- Bahwa setiap tradisi memiliki warisan kitab suci yang berbeda
- Bahwa perbedaan tersebut memengaruhi ajaran, bukan hanya format
- Bahwa otentisitas perlu diuji dengan pendekatan historis, bukan hanya kesaksian rohani
Dengan pemahaman ini, dialog lintas iman dan antar internal Kristen bisa lebih jernih dan berlandaskan penghargaan terhadap sejarah masing-masing.
π Daftar Pustaka:
- Bruce M. Metzger, The Canon of the New Testament: Its Origin, Development, and Significance, Clarendon Press, 1987.
- F.F. Bruce, The Canon of Scripture, InterVarsity Press, 1988.
- Lee Martin McDonald, The Biblical Canon: Its Origin, Transmission, and Authority, Baker Academic, 2017.
- Raymond E. Brown, An Introduction to the New Testament, Doubleday, 1997.
- Alister E. McGrath, Christian Theology: An Introduction, Wiley-Blackwell, 2016.
- Bart D. Ehrman & Bruce M. Metzger, The Text of the New Testament: Its Transmission, Corruption, and Restoration, Oxford University Press, 2023.
Komentar
Posting Komentar