Munafik Modern: Ketika Tampil Agamis tapi Berjiwa Licik
Oleh: Lukmanul Hakim
Di era digital ini, simbol keagamaan mudah dikenakan. Cukup satu unggahan tilawah, sepotong ceramah, atau kutipan hadis yang viral—dan seseorang bisa langsung dicitrakan sebagai sosok religius. Namun, di balik tampilan itu, tidak sedikit yang menyembunyikan watak licik, manipulatif, bahkan menyesatkan.
Inilah yang disebut sebagai kemunafikan modern: tampak agamis di luar, tetapi menipu dan mencederai nilai agama di dalam. Fenomena ini bukan hal baru, namun kini hadir dalam bentuk dan platform yang lebih halus serta sulit dikenali.
Ciri Munafik Menurut Nabi ﷺ
Rasulullah ﷺ dengan sangat jelas menjelaskan tanda-tanda kemunafikan dalam hadis:
"Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara, dia berdusta; jika berjanji, dia mengingkari; dan jika diberi amanah, dia berkhianat."
(HR. Bukhari No. 33; Muslim No. 59)
Hadis ini tidak menyebutkan soal pakaian, penampilan, atau kefasihan berbicara soal agama. Yang menjadi ukuran adalah integritas moral: jujur dalam ucapan, setia dalam janji, dan amanah dalam tanggung jawab.
Simbol Religius, Substansi Dipalsukan
Hari ini, simbol agama kadang lebih dominan dari substansinya. Munafik modern bisa saja:
- Menggunakan pakaian syar’i tapi melakukan penipuan finansial.
- Memublikasikan konten dakwah, tapi menyebar kebencian dan fitnah.
- Berjargon "syariah" dalam bisnis, tapi menindas karyawan dan melanggar etika.
- Berkoar tentang moralitas di publik, tapi melakukan kekerasan domestik di rumah.
Kemunafikan semacam ini lebih berbahaya karena menyusup ke dalam lingkungan keagamaan itu sendiri, sehingga menciptakan krisis kepercayaan masyarakat terhadap agama dan tokohnya.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.”
(QS. An-Nisa’ [4]: 145)
Imam Fakhruddin al-Razi dalam Tafsir al-Kabir menjelaskan bahwa tingkatan neraka bagi munafik lebih rendah daripada kafir karena mereka berpura-pura beriman, tapi dalam hati justru menolak dan menghancurkan kepercayaan dari dalam.
Peringatan Para Ulama
Imam Al-Ghazali dalam Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn mengkritik keras orang yang menampilkan diri sebagai ulama, tapi mengejar dunia dengan kedok agama:
“Ulama su’ (jahat) adalah perusak agama. Mereka memakai agama untuk dunia, seperti para pedagang memakai kain untuk memperoleh untung.”
(Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn, Juz 1, Bab Ilmu)
Sementara itu, Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam al-Dā’ wa al-Dawā’ menekankan bahwa kemunafikan adalah penyakit hati paling kronis, karena sulit dikenali dan bersifat destruktif secara sosial maupun spiritual.
Kritik Diri dan Jalan Kembali
Kita perlu bertanya pada diri sendiri: Apakah kita beragama demi Allah atau demi citra? Apakah amal ibadah kita disertai kesalehan sosial dan etika, atau hanya sebagai formalitas?
Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.”
(QS. Ash-Shaff [61]: 2–3)
Ayat ini menekankan pentingnya konsistensi antara ucapan dan perbuatan, simbol dan substansi, agama di lidah dan agama dalam laku.
Penutup: Kembali pada Esensi Agama
Munafik modern mungkin lebih sopan, lebih rapi, dan lebih “likeable” di media sosial. Tapi bahayanya justru lebih mengancam karena menyusupi kepercayaan umat dan menyelewengkan nilai agama dari dalam.
Sudah saatnya kita tidak hanya mengenakan agama, tapi menghayatinya secara jujur dan bertanggung jawab. Sebab Allah tidak melihat topeng lahiriah kita, tapi hati dan amal yang tersembunyi di baliknya.
Referensi:
- Al-Qur’an al-Karim: QS. An-Nisa’ [4]: 145; QS. Ash-Shaff [61]: 2–3.
- HR. Bukhari No. 33; HR. Muslim No. 59.
- Imam Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet. ke-4, 2005.
- Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Dā’ wa al-Dawā’, Riyadh: Maktabah al-Rushd, 1990.
- Fakhruddin al-Razi, Tafsir al-Kabir, Beirut: Dar Ihya’ al-Turats, 1999.
- M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Komentar
Posting Komentar