Makna “Dua Tangan Allah Adalah Kanan”: Telaah Hadis dan Pandangan Ulama

Oleh: Lukmanul Hakim

Dalam sejumlah hadis sahih, Rasulullah ﷺ menyebut bahwa Allah memiliki “dua tangan”, dan dalam salah satu riwayat dikatakan: “Kedua tangan Allah adalah kanan.”
Ungkapan ini tentu memancing perhatian dan menuntut pemahaman yang cermat agar tidak terjerumus pada kesalahan akidah atau penyerupaan Allah dengan makhluk.

Teks Hadis dan Terjemahannya

Hadis yang dimaksud diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

“Sesungguhnya Allah tidak memberi dengan tangan kanan dan menahan dengan tangan kiri. Tetapi kedua tangan-Nya adalah kanan, keduanya penuh berkah. Dengan keduanya, Dia memberi dan melapangkan.”
(HR. Muslim, no. 2788)

Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa Allah kelak akan menggenggam bumi dan melipat langit dengan tangan kanan-Nya, lalu berkata:

“Akulah Raja. Di manakah raja-raja bumi?”
(HR. Bukhari no. 7414, Muslim no. 2787)

Makna “Tangan” dalam Hadis: Antara Hakikat dan Majaz

Hadis-hadis semacam ini termasuk dalam kategori hadis sifat, yaitu hadis yang menyebutkan sifat-sifat Allah. Dalam menafsirkannya, ulama Ahlus Sunnah memiliki dua pendekatan utama:


1. Pendekatan Salaf: Iman Tanpa Takyif dan Tasybih

Ulama Salaf seperti Imam Malik, Ahmad bin Hanbal, dan generasi tabi’in, cenderung mengatakan:

“Iman kepada hadis tersebut sebagaimana datangnya, tanpa mempertanyakan bagaimana (bi la kaifa), dan tanpa menyerupakan dengan makhluk.”

Menurut pendekatan ini:

  • Allah benar-benar memiliki sifat "tangan", tapi bukan seperti tangan makhluk.
  • Menyebut “dua tangan kanan” adalah bentuk kemuliaan dan kesempurnaan mutlak Allah, bukan bagian tubuh secara jasmani.

Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa (5/398) menjelaskan bahwa dua tangan kanan adalah isyarat bahwa semua tindakan Allah adalah baik dan penuh keberkahan, berbeda dari manusia yang bisa memberi dengan tangan kanan namun menyembunyikan keburukan di tangan kiri.


2. Pendekatan Khalaf: Ta’wil yang Menjaga Aqidah

Sementara ulama khalaf seperti Imam al-Nawawi, al-Qurtubi, dan al-Baydawi, lebih memilih pendekatan takwil untuk mencegah kesalahpahaman awam.

Al-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (17/170) menafsirkan:

“Makna ‘dua tangan-Nya adalah kanan’ adalah kinayah (kiasan) dari keagungan dan keberkahan perbuatan Allah. Sebab tangan kanan dalam bahasa Arab adalah lambang kemuliaan, sedangkan kiri adalah lawannya.”

Demikian pula, Imam al-Qurtubi dalam al-Mufhim (7/133) menyatakan bahwa penyebutan tangan hanyalah simbol kuasa dan ihsan Allah, bukan makna harfiah.


Bahasa Arab dan Budaya Simbolik Tangan

Dalam budaya Arab:

  • Tangan kanan adalah simbol kebaikan, kehormatan, dan keberkahan.
  • Tangan kiri kadang dikaitkan dengan hal negatif atau rendah.

Ketika Rasulullah ﷺ bersabda “kedua tangan Allah adalah kanan,” ini menyiratkan bahwa setiap pemberian Allah adalah baik dan sempurna, tanpa cela. Bahkan ketika Allah “menahan rezeki”, itu pun adalah bentuk kasih sayang-Nya dalam bentuk lain, seperti ujian atau pelatihan jiwa.


Simpulan

Hadis tentang "dua tangan Allah adalah kanan" menunjukkan:

  • Kemuliaan dan keberkahan mutlak dalam segala tindakan Allah.
  • Tidak ada kekurangan atau kezaliman dalam sifat-sifat-Nya.
  • Perlu kehati-hatian dalam menafsirkan ayat dan hadis sifat agar tidak terjebak dalam tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk).

Dalam konteks aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, pendekatan yang paling bijak adalah menyeimbangkan antara penghormatan terhadap nash dan pemahaman rasional yang tidak keluar dari koridor tauhid.


Daftar Referensi:

  1. Muslim ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim, hadis no. 2788.
  2. Imam an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, juz 17, hlm. 170.
  3. Al-Qurtubi, al-Mufhim lima Asykala min Talkhis Shahih Muslim, juz 7, hlm. 133.
  4. Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, juz 5, hlm. 398.
  5. Al-Bayhaqi, al-Asma’ wa al-Shifat, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
  6. Tafsir Ibn Katsir, penafsiran QS. Shad:75 dan az-Zumar:67.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanggapan MUI Kabupaten Lombok Tengah terhadap Ajaran Lalu Dahlan: Sebuah Klarifikasi dan Tindakan Tegas

Mengaku Wali, Membawa Panji, dan Menyesatkan Umat? Sebuah Refleksi Kritis atas Klaim Spiritual di Era Kontemporer

Adat dan Tradisi Perkawinan Suku Sasak