Mahram

Dalam Islam, mahram adalah seseorang yang haram dinikahi karena hubungan darah (nasab), hubungan pernikahan (musaharah), atau hubungan persusuan (radha’ah), dan oleh karena itu boleh berinteraksi tanpa hijab (penutup aurat) dan boleh bepergian bersama (safar), berbeda dengan non-mahram.

1. Mahram karena Nasab (keturunan)

Ini adalah hubungan darah langsung. Mahram jenis ini berlaku permanen, yaitu haram dinikahi selamanya. Contohnya:

  • Ibu (dan nenek ke atas)
  • Anak perempuan (dan cucu perempuan ke bawah)
  • Saudara kandung (laki-laki atau perempuan)
  • Paman (dari ayah atau ibu)
  • Keponakan perempuan (anak saudara laki-laki atau perempuan)

2. Mahram karena Musaharah (pernikahan)

Yaitu mahram karena hubungan pernikahan. Contohnya:

  • Ibu mertua (haram dinikahi selamanya)
  • Anak tiri (jika sudah pernah berhubungan suami-istri dengan ibunya)
  • Menantu perempuan (istri anak kandung)
  • Istri ayah (ibu tiri)

Catatan: Hubungan ini tetap haram dinikahi walaupun pernikahan sudah berakhir, kecuali pada kasus-kasus tertentu (misal: istri saudara – hanya haram selama masih menjadi istri saudaranya).

3. Mahram karena Radha’ah (persusuan)

Dalam Islam, anak yang disusui oleh seorang wanita (minimal 5 kali kenyang menurut sebagian ulama) menjadi seperti anak kandung wanita itu dan mahram bagi keluarga wanita tersebut. Contohnya:

  • Ibu susu
  • Saudara sepersusuan
  • Anak perempuan ibu susu

Berdasarkan hadits Nabi ﷺ: "Sesungguhnya persusuan itu menjadikan haram (pernikahan), sebagaimana nasab menjadikannya haram." (HR. Bukhari dan Muslim)

Ciri-ciri Mahram:

  • Haram dinikahi selamanya.
  • Boleh melihat aurat yang biasa terbuka di rumah.
  • Boleh berkhalwat (berduaan), bepergian, dan tidak wajib berhijab secara penuh di hadapannya.

Lawan dari Mahram: Non-Mahram

Orang yang boleh dinikahi jika tidak ada halangan syar’i, dan karena itu wajib menjaga hijab, tidak boleh berkhalwat, dan tidak boleh safar berduaan dengannya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adat dan Tradisi Perkawinan Suku Sasak

Mengaku Wali, Membawa Panji, dan Menyesatkan Umat? Sebuah Refleksi Kritis atas Klaim Spiritual di Era Kontemporer

Hari Santri Nasional: Merajut Tradisi, Mengokohkan Identitas Bangsa